Hakikat dan Tujuan Sekolah

Oleh Rianto

Sekolah bisa mengundang ingatan akan kurikulum, metode, guru, dan siswa yang belajar. Obrolan mengenai sekolah ini dilakukan dengan kepala sekolah, pegiat pendidikan, pengelola sekolah. Mereka-mereka yang terlibat dalam pembentukan sebuah ruang belajar. Focus Group Discusion 2 (FGD) membuka ingatan akan ruang, rumah, dan makna belajar. Bandung Mawardi pengelola Bilik Literasi dalam suatu diskusi menilai rumah sekaligus tempat berkumpul bagi mereka yang ingin sinau. Sinau adalah belajar. Dan yang berdatangan di situ, berhak mengganggap dirinya sebagai siswa, sebagai guru, sebagai tamu, atau sebagai orang yang memiliki rumah.

                        Berawal dari ingatan-ingatan berdasarkan bacaan-bacan lawas dan biografi dari orang-orang di zaman kolonial Bandung berkisah mengenai peran pendidikan di zaman kolonial. Menurut Bandung sekolah yang dicipta sejak kedatangan orang-orang asing di Indonesia mulai mengurangi pengertian-pengertian rumah, kebermaknaan keluarga. Cara mereka hidup, mereka beramah-tamah, ketertiban struktur hidup, pengetahuan dibentuk oleh institusi, mengandung pamrih-pamrih untuk bisa menjadi pegawai kolonial. Menjadi orang yang berwawasan dunia, atau orang-orang yang nantinya akan memiliki jenjang sosial di atas.

 

Di zaman Orde Baru lagu bisa menjadi cermin pengertian sekolah. Misalnya lagu yang berlirik “Oh ibu dan ayah, selamat pagi, ku pergi ke sekolah” mengandung pengertian si anak meninggalkan rumah sebagai dalih belajar. Artinya sekolah telah menghancurkan makna rumah sebagai ruang belajar. Bandung mengungkapkan, “Kalau mereka sudah keluar dari rumah, bukan sekedar pengertian tempat, tetapi juga maknawiah, maka mereka berisiko untuk kehilangan segala hal. Kehilangan dirinya, kehilangan sejarahnya, kehilangan biografinya. Di sekolah mereka disuruh belajar, menghadapi buku pelajaran, bertemu dengan orang-orang dengan julukan bapak guru dan ibu guru”.

 

Tia yang mengelola sekolah untuk anak di bawah 12 tahun menganggap rumah sebagai tempat ideal si anak belajar. Namun sekolah juga bisa menggantikan peran rumah. Sekolah menjadi tempat belajar dan tumbuh kembang si anak. Orang tua mesti berperan aktif dalam pengembangan anak dengan hadir dan menemani anak dalam belajar. Guru menjadi teman orang tua dalam pengembangan anak. Sekolah menjadi tempat di mana anak mengeksplorasi diri dlaam pengalaman-pengalaman. Di Sekolah Kembang yang dikelola Tia pun anak-anak menyiram tanaman. Siswa-siswanya terkadang hanya memiliki pot saja di rumah. Di sekolah siswa mengenal tanaman-tanaman bersama guru. Tia menjelaskan, “Jadi belajar adalah guru dan anak-anak sama-sama ingin tahu tentang sesuatu, mencari tahu tentang sesuatu, dan berbagi tentang apa yang mereka tahu itu”. Bagi Marda sekolah adalah bagian alternatif untuk anak belajar. Anak mempunyai pilihan untuk dapat belajar dengan siapa dan di mana. Anak mempunyai kebebasan dalam hal belajar.

 

Sekolah dibentuk karena diyakini mempunyai peran. Yuli yang bergiat di sekolah Talenta yakni sekolah bagi anak-anak berkebutuhan khusus menganggap sekolah memang dibutuhkan. Yuli dan orang tua siswa membuat sekolah untuk anak berkebutuhan khusus dan kesulitan belajar. Di sekolah talenta anak-anak dibentuk sikap dan perilakunya. Mereka biasa diberikan metode visual seperti gambar dan video untuk mengenal sikap di masyarakat.

Dalam belajar pun siswa memiliki pilihan untuk mengikuti pelajaran yang disukai. Di Sekolah umum banyak sekali mata pelajaran. Sebab itu Marda mendirikan sekolah khusus seni Erudio Art of School (ESOA). Walaupun basisnya seni ESOA ingin menjadi sekolah yang menyenangkan. Membuat bahagia siswa. Ada seorang anak yang nilainya jelek di sekolah umum karena sering menggambar. Bahkan tidak lagi dibelikan buku gambar dan mereka menggambar di buku tulis. Sekolah menjadi tempat di mana siswa dikembangkan sesuai bakat dan keinginannya.

Di Bilik Literasi Bandung Mawardi menemukan hakikat belajar adalah bahagia. Di Bilik Literasi orang-orang berbahagia dengan belajar dan menulis. Mereka saling berbahagia berbagi tulisan dan buku. Hakikatnya belajar adalah dengan membaca buku. Sayangnya membaca buku menjadi kegiatan yang dianggap sulit dan membosankan. Di Bilik Literasi orang-orang berbahagia dengan berkelakar menulis adalah kehormatan terakhir.

Perbincangan persoalan tujuan sekolah sepertinya memang tak sama. Pelbagai sekolah dan tempat belajar lainnya membuka ruang bagi siapa saja yang ingin merasakan makna

Posted in Review, Sekolah Idaman and tagged , , , , , , , .